antologi 101 haiku
Puisi pernah sangat terkenal di masyarakat saat terutama remaja, saat film Ada Apa Dengan Cinta yang diperani oleh Dian Sastro dan Nicholas Saputra, muncul di tahun 90-an. Ada adegan Dian Sastro membacakan puisi yang diiringi dentingan gitar, yang kemudian puisi itu menjadi fenomenal saat itu. Sayang pada film Ada Apa Dengan Cinta 2, puisi-puisi yang ditampilkan agak susah diterima di masyarakat termasuk saya, entahlah mungkin puisinya agak sulit untuk dipahami atau saya yang kurang mengerti.
Berbicara tentang puisi, saya sendiri dulu menyukai puisi-puisi Pujangga Baru seperti Chairil Anwar dan Amir Hamzah. Sebagai penyair piawai, Chairil Anwar menulis puisi Aku yang sangat terkenal, selain itu puisi Cerita Buat Dian Tamaela juga sangat saya sukai. Sayang Chairil Anwar meninggal di usia yang sangat muda, sekitar 30 tahunan.
Berbicara tentang puisi, saya sendiri dulu menyukai puisi-puisi Pujangga Baru seperti Chairil Anwar dan Amir Hamzah. Sebagai penyair piawai, Chairil Anwar menulis puisi Aku yang sangat terkenal, selain itu puisi Cerita Buat Dian Tamaela juga sangat saya sukai. Sayang Chairil Anwar meninggal di usia yang sangat muda, sekitar 30 tahunan.
Sebagai penggemar puisi bukan pecinta puisi, saya lebih memilih puisi yang ringan, sederhana, mudah dipahami dan terasa keindahan kalimatnya saat dibaca. Saya kadang bingung dengan puisi saat ini, dimana maknanya hanya dipahami oleh penyair dan kalimatnya panjang-panjang.
Sehingga saya agak susah untuk menikmati puisi zaman now.
Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk mengetahui puisi baru, yang belum pernah saya dengar yaitu haiku. Ada yang sudah pernah mendengar haiku? Saya pun baru menyadari haiku, saat menghadiri acara Launching dan Bedah Buku Antologi 101 Embara Embun Mimpi karya Ira Diana dan I Gusti Made Dwi Guna pada hari Sabtu, 20 Januari 2017 di HB. Jassin, Taman Ismail Marzuki.
Haiku ternyata merupakan puisi pendek jepang, yang terdiri hanya tiga baris. Menurut salah satu narasumber, mas Narudin, dari buku The Japanese Haiku: Its Essential Nature, History, and Possibipities in English, with Selected Examples (1957), menerjemahkan haiku Jepang dengan mempertahankan sistem suku kata 5-7-5 dalam terjemahan haiku bahasa inggrisnya.
Dalam penyajian haiku di buku mba Ira dan mas Guna, haiku disandingkan dengan lukisan, yang kemudian disebut haiga. Pernahkan menonton film samurai jepang, dimana suka ada kain putih memanjang dengan lukisan dan tulisan hiragana di sampingnya? Nah itulah haiga.
Jepang memang unggul dalam segala bidang termasuk seni. Kecintaan orang Jepang pada alam kadang dituangkan pada haiga, yang terasa sangat indah. Karena pembaca dapat dengan mudah mengetahui maksud penyair, dengan melihat lukisan dan membaca haiku.
Namun menurut narasumber satunya lagi, Yusuf Susilo Hartono, adanya haiga malah memenjarakan imajinasi pembaca, karena sebaiknya pembaca mempunyai gambaran sendiri tentang makna puisi.
Dan penulisan di buku kalau I Gusti Made Dwi Guna sebagai ilustrator, dirasa kurang telat. Karena memang tidak ada ilustrator di haiga, lukisan itu sudah termasuk bagian dari haiga. Oleh karena itu kurang tepat juga bila mas Guna membuatkan lukisan untuk mba Ira, karena makna haiku yang ingin disampaikan mba Ira kurang tersampaikan, seharusnya mba Ira sendiri yang melukis untuk haiganya.
Di balik kelebihan dan kekurangan buku ini, saya merasa haiga mba Ira dan mas Guna terasa indah dan simpel banget. Seperti haiga dengan lukisan kerbau di dalam lumpur karya mas Guna, dimana haiku pada halaman 90 :
selepas siang
kerbau berkubang lumpur
menunggu kerja
Atau haiga pada halaman 118, dengan lukisan dua pohon cemara, dengan sepasang laki-laki dan perempuan dibawahnya, karya mba Ira :
di bawah rindang
pohon cemara kokoh
kita tertawa
Menurut saya, memang haiga mas Guna terasa maskulin, sedangkan haiga mba Ira lebih feminim.
Mungkin bila diselang-seling penempatan haiganya dalam buku antologi ini, akan terasa perpaduan maskulin dan feminim bersatu. Tapi sekarang pun buku haiga-nya sudah terasa benar-benar indah, apalagi belum banyak penulis haiga di Indonesia. Bisa jadi bila haiga berkembang pesat di Indonesia, saya merasa buku mba Ira dan mas Guna, bisa dijadikan salah satu panduan haiku di Indonesia.
Komentar
Posting Komentar
Silakan bertanya atau memberikan saran, kritik , dan komentar untuk blog saya